Jumat, 16 Desember 2011

makalah ciri prilaku belajar


BAB I
PENDAHULUAN

A.     Latar Belakang Masalah
             Pada bab-bab sebelumnya telah banyak dikemukakan, bahwa masalah mendidik adalah masalah setiap orang, karena setiap orang sejak dahulu hingga sekarang, berusaha mendidik anak-anaknya. Demikian pula masalah “belajar” (dan “mengajar”), yang dapat dikatakan sebagai tindak pelaksanaan usaha pendidikan, adalah masalah setiap orang.
             Kenyataan bahwa belajar dan mengajar adalah hal yang kompleks dan merupakan masalah setiap orang. Oleh karena itu kami sebagai pemakalah ingin memberikan sedikit ulasan tentang “ciri-ciri khas perilaku belajar”.
             Sebagai penutup bab pendahuluan ini, perlu kami utarakan sebuah keinginan yakni siapapun yang membaca buku ini diharapkan tidak menemukan kesukaran dalam menangkap isinya. kalimat-kalimat yang digunakan untuk mengungkapkan isi makalah ini telah diusahakan sederhana dan selugas mungkin dengan harapan tidak menimbulkan kesan berbelit-belit.

B.     Rumusan Masalah
  1. Bagaimana ciri khas perilaku belajar?
  2. Bagaimana perwujudan perilaku belajar?
  3. Bagaimana faktor-faktor yang mempengaruhi belajar?

C.     Tujuan Pembahasan
1.     Untuk mengetahui ciri khas perilaku belajar.
2.     Untuk mengetahui perwujudan perilaku belajar.
3.     Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi belajar.




BAB II
PEMBAHASAN

            Meskipun secara teoritis belajar dapat diartikan sebagai perubahan tingkah laku, namun tidak semua perubahan tingkah laku organisme dapat dianggap belajar. Perubahan yang timbul karena proses belajar sudah tentu memiliki ciri-ciri perwujudan yang khas. Dalam bab ini karakteristik, manifestasi, dan pendekatan belajar, jenis-jenis belajar dan hal-hal yang dapat mempengaruhi dan kegiatan belajar siswa juga akan penyusun uraikan secara singkat.
A.     Ciri Khas Perilaku Belajar
             Setiap perilaku belajar selalu itandai oleh ciri-ciri perubahan yang spesifik. Karakteristik perilaku belajar ini dalam beberapa pustaka rujukan, antara lain psikologi pendidikan oleh Surya (1982), disebut juga sebagai prinsip-prinsip belajar. Diantara ciri-ciri perubahan khas yang menjadi karakteristik perilaku belajar yang terpenting adalah:[1]
1.      Perubahan Internasional
2.      Perubahan positif dan aktif
3.      perubahan efektif dan fungsional
1.      Perubahan Internasional
          Perubahan yang terjadi dalam proses belajar adalah berkat pengalaman atau praktik yang dilakukan dengan sengaja dan disadari, atau dengan kata lain bukan kebetulan. Karakteristik ini mengandung konotasi bahwa siswa menyadari akan adanya perubahan yang dialami atau sekurang-kurangnya ia merasakan adanya perubahan dalam dirinya, seperti penambahan pengetahuan, kebiasaan, sikap dan pandangan sesuatu, keterampilan dan seterusnya.
          Namun demikian, perlu pula dicatat bahwa kesengajaan belajar itu, menurut Anderson (1990) tidak penting, yang penting cara mengelola informasi yang diterima siswa  pada waktu pembelajaran terjadi. Disamping itu, dari kenyataan sehari-hari juga menunjukkan bahwa tidak semua kecakapan yang kita peroleh merupakan hasil kesengajaan belajar yang kita sasadari. Sebagaicontoh, kebiasaan bersopan santun dimeja makan dan bertegur sapa dengan orang lain, guru, dan orang-orang baik disekitar kita tanpa disengaja tanpa disadari.
2.      Perubahan positif dan aktif
          Perubahan terjadi karena proses belajar bersifat positif dan aktif. Positif artinya baik, bermanfaat serta sesuai dengan harapan. Hal ini juga bermakna bahwa perubahan tersebut senantiasa merupakan penambahan, yakni diperolehnya sesuatu yang baru (seperti pemahaman dan keterampilanbaru) yang lebih baik dari pada apa yang telah ada sebelumnya.
          Adapun perubahan aktif artinya tidak terjadi dengan sendirinya. Seperti karena proses kematangan (misalnya, bayi yang bisa merangkak setelah bisa duduk), tetapi karena usaha siswa itu sendiri.
3.      Perubahan efektif dan fungsional
          Perubahan yang timbul karena proses bersifat efektif, yakni berhasil guna. Artinya, perubahan tersebut membawa pengaruh, makna, dan manfaat tertentu bagi siswa. Selain itu, perubahan dalam proses belajar bersifat fungsional dalam arti bahwa ia relatif menetap dan setiap saat apabila dibutuhkan, perubahan tersebut dapat diproduksi dan dimanfaatkan.
          Selain itu, perubahan yang efektif dan fungsional biasanya bersifat dinamis dan mendorong timbulnya perubahan-perubahan positif lainnya. Sebagai contoh. Jika seorang siswa belajar menulis, maka disamping akan mampu merangkaikan kata dan  kalimat  dalam bentuk tulisan ia juga akan memperoleh kecakapan lainnya seperti membuat catatan, mengarang surat dan bahkan menyusun karya sastra atau karya ilmiah.



B.     Perwujudan Perilaku Belajar
             Dalam hal memahami arti belajar dan esensi perubahan karena belajar, para ahli sependapat sekurang-kurangnya terdapat titik temu diantara mereka mengenai hal-hal yang principal. Dalam arti lain Hintzman berpendapat belajar adalah suatu perubahan yang terjadi dalam diri organisme disebabkan dalam pengalaman yang bisa mempengaruhi tingkah laku organisme itu.[2]
             Perwujudan perilaku belajar biasanya lebih sering tampak dalam perubahan-perubahan sebagai berikut: 1) Kebiasaan, 2) Keterampilan, 3) Pengamatan, 4) berpikir asosiatif dan daya ingat, 5) berpikir rasional, 6) sikap, 7) Inhibasi, 8) apresiasi, 9) tingkah laku efektif.
1.      Kebiasaan
          Setiap siswa yang telah mengalami proses belajar, kebiasaan-kebiasaannya akan tampak berubah. Kebiasaan itu timbul karena proses penyusutan kecenderungan respons dengan menggunakan stimulasi yang berulang-ulang. Dalam proses belajar, pembiasaan juga meliputi pengurangan perilaku yang tidak diperlukan. Karena proses penyusutan /pengurangan inilah, muncul suatu pola bertingkah laku baru yang relatif menetap dan otomatis.
2.      Keterampilan
          Keterampilan adalah kegiatan yang berhubungan dengan urat-urat syaraf dan oto-otot (Neuro Muscular) yang lazimnya tampak dalam kegiatan jasmaniah seperti menulis, mengetik, olahraga dan lain-lain.
          Di samping itu, keterampilan adalah kemampuan melakukan pola-pola tingkah laku yang kompleks dan tersusun rapi secara mulus dan sesuai dengan keadaan untuk mencapai hasil tertentu. Keterampilan itu sendiri bukan hanya meliputi gerak motorik melainkan juga pengejewantahan fungsi mental yang bersifat kognitif, konotasinya pun luas sehingga sampai pada mempengaruhi /mendayagunakan orang lain. artinya orang yang mampu mendayagunakan orang lain secara tepat juga dianggap sebagai orang yang terampil.
3.      Pengamatan
          Pengamatan artinya proses menerima, menafsirkan dan memberi arti rangsangan yang masuk melalui indera-indera seperti mata dan telinga. Dan sebaliknya pengamatan yang salah akan mengakibatkan timbulnya pengertian yang salah pula. Contoh, seorang anak yang baru pertama kali mendengarkan radio akan mengira bahwa penyiar benar-benar berada dalam kotak bersuara itu. Namun melalui proses belajar, lambat laun diketahuinya juga bahwa yang ada dalam radio tersebut hanya alirannya, sedangkan penyiarnya berada di studio pemancar.
4.      Berpikir Asosiatif dan Daya Ingat
          Secara sederhana, berpikir asosiatif adalah berpikir dengan cara mengasosiasikan sesuatu dengan lainnya. Berfikir asosiatif itu merupakan proses pembentukan hubungan antara rangsangan dengan respons.
          Di samping itu, daya ingatpun merupakan perwujudan belajar, sebab merupakan pokok dalam berpikir asosiatif. Jadi, siswa yang telah mengalami proses belajar akan ditandai bertambahnya simpanan materi dalam memori. Serta meningkatnya kemampuan menghubungkan materi dengan situasi atau stimulus yang sedang dihadapi.
5.      Bersikap rasional dan kritis
          Berpikir rasional dan kritis adalah perwujudan perilaku beljar terutama yang berhubungan dengan pemecahan masalah. Dalam berpikir rasional, siswa dituntut menggunakan logika (akal sehat) untuk menentukan sebab akibat, menganalisis, menarik kesimpulan-kesimpulan. Dalam berpikir kritis, siswa dituntut menggunakan strategi kognitif tertentu yang tepat untuk menguji keandalan gagasan pemecahan masalah dan mengatasi kesalahan atau kekurangan.
6.      Sikap
          Dalam arti sempit adalah pandangan/kecenderungan mental. Sikap (attitude) adalah kecenderungan yang relatif menetap untuk bereaksi dengan cara baik/buruk terhadap orang/barang tertentu.

7.      Inhibisi
          Secara ringkas, inhibisi adalah upaya pengurangan/pencegahan timbulnya suatu respons tertentu karena adanya proses respons lain yang sedang berlangsung. Dalam hal belajar inhibisi adalah kesanggupan siswa untuk mengurangi atau menghentikan tindakan yang tidak perlu, lalu memilih atau melakukan tindakan yang lain yang lebih baik ketika ia berinteraksi dengan lingkungan.
8.      Apresiasi
          Pada dasarnya, apresiasi berarti suatu pertimbangan (Judgment) mengenai arti penting atau nilai sesuatu. Dalam penerapannya, apresiasi sering diartikan sebagai penghargaan/penilaian terhdap benda-benda baik abstrak atau konkret  yang memiliki nilai luhur. Apresiasi adlah gejala ranah efektif yang pada umumnya ditunjukkan pada karya-karya seni budaya.
9.      Tingkah Laku Afektif
          Tingkah laku efektif adalah tingkah laku yang menyangkut keanekaragaman perasaan seperti: takut, marah, sedih, gembira, kecewa, senang, benci, was-was, dan sebagainya. tingkah laku seperti ini tidak terlepas dari pengaruh pengalaman belajar. Oleh karena itu, ia juga dapat dianggap sebagai perwujudan perilaku belajar.

C.     Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Belajar
Untuk memahami kegiatan yang disebut “belajar”, perlu dilakukan analisis untuk menemukan persoalan-persoalan apa yang terlibat didalam kegiatan belajar itu. Di muka telah dikatakan bahwa belajar merupakan suatu proses. Sebagai suatu proses sudah barang tentu harus ada yang di proses (masukan atau input), dan hasil dari pemrosesan (keluarga atau out put), jadi dalam hal ini kita dapat menganalisis kegiatan belajar itu dengan pendekatan analisis sistem. Dengan pendekatan sistem ini sekaligus kita dapat melihat adanya berbagai faktor yang dapat mempengaruhi proses dan hasil belajar.[3]
Setelah kita pelajari hakikat perbuatan belajar bagaimana permulaannya dan bagaimana perbuatannya itu di manifestasikan, maka tugas kita dalam bagian ini ialah mempelajari masalah-masalah yang dihadapi guru dalam usahanya untuk memperbaiki, memimpin dan menunjukkan proses belajar.[4]
Telah dikatakan bahwa belajar adalah “suatu proses yang menimbulkan terjadinya perubahan atau pembaharuan dalam tingkah laku dan atau kecakapan”. Sampai dimanakah perubahan itu dapat tercapai atau dengan kata lain, berhasil baik atau tidaknya belajar itu tergantung kepada bermacam-macam faktor. Adapun faktor-faktor itu dapat kita bedakan menjadi 2 golongan.
1)     Faktor yang ada pada diri organisme itu sendiri yang kita sebut faktor individual, dan
2)     Faktor yang ada diluar individual yang kita sebut faktor sosial.
            Yang termasuk kedalam faktor individual antara lain:
(a)    Faktor kematangan /pertumbuhan
             Kita tidak dapat melatih anak yang baru berumur 6 bulan untuk belajar berjalan. Adaipun kita paksa, tetap anak itu tidak akan dapat/ sanggup melakukannya, karena untuk dapat berjalan anak memerlukan kematangan potensi-potensi jasmaniah maupun rohaniah.
             Demikian pula, kita tidak dapat mengajar ilmu Filsafat kepada anak-anak yang baru duduk di bangku sekolah menengah pertama. Semua itu disebabkan pertumbuhan mentalnya belum matang untuk menerima pelajaran itu. Mengajarkan sesuatu baru dapat berhasil jika tarap pertumbuhan pribadi telah memungkinkannya, potensi-potensi jasmani atau rohaninya telah matang untuk itu.
(b)    Kecerdasan /intelegensi
             Disamping kematangan, dapat tidaknya seseorang mempelajari sesuatu dengan berhasil baik ditentukan /dipengaruhi pula oleh taraf kecerdasan. Kenyataan menunjukkan kepada kita, meskipun anak yang berumur 14 tahun keatas pada umumnya telah matang untuk belajar ilmu pasti, tetapi tidak semua anak tersebut pandai dalam ilmu pasti.
(c)    Latihan dan ulangan
             Karena terlatih, karena seringkali mengulangi sesuatu maka kecakapan dan pengetahuan yang dimilikinya dapat menjadi makin dikuasai dan makin mendalam. Sebaliknya, tanpa latihan pengalaman-pengalaman yang telah dimilikinya dapat menjadi hilang atau berkurang. Karena latihan, karena seringkali mengalami sesuatu, seseorang dapat timbul minatnya kepada sesuatu itu. Makin besar minat makin besar pula perhatiannya sehingga memperbesar hasratnya untuk mempelajarinya.

             Yang termasuk faktor sosial antara lain:
(a)  Keadaan keluarga
         Ada keluarga yang miskin, ada pula yang kaya. Ada keluarga selalu diliputi oleh suasana tentram dan damai, tetapi ada pula yang sebaliknya, ada keluarga yang terdiri dari ayah ibu yang terpelajar dan dengan ada pula yang kurang pengetahuan. Suasana dan keadaan yang bermacam-macam itu mau tidak mau turut menentukan bagaimana dan sampai dimana belajar dialami dan dicapai oleh anak-anak.
(b)    Guru dan cara mengajar
          Terutama dalam belajar di sekolah, faktor guru dan cara mengajarnya merupakan “faktor yang penting pula”. Bagaimana dan sikap serta kepribadian guru, tinggi rendahnya, pengetahuan yang dimiliki guru dan bagaimana cara guru itu mengajarkan pengetahuan itu.
 (c)  Alat pelajaran
         Faktor guru dan cara mengajarnya, tidak dapat kita lepaskan dari ada tidaknya alat-alat pelajaran yang tersedia di sekolah.[5]
         Sumadi Suryabrata menambahkan faktor yang mempengaruhi minat belajar ada “faktor filosofis dan psikologis dalam belajar” yakni sebagai berikut:[6]

         Faktor  fisiologis  ini  masih  dapat lagi dibedakan menjadi 2 macam yaitu:
a.       Tonus jasmani pada umumnya
          Tonus dalam kamus besar bahasa Indonesia adalah “tegangan otot”.[7] keadaan tonus jasmani pada umumnya ini dapat dikatakan melatar belakangi aktivitas belajar, keadaan jasmani yang segar akan lain pengaruhnya terhadap keadaan jasmani yang kurang segar, keadaan jasmani yang lelah lain pengaruhnya dari pada yang tidak lelah. Dalam hubungan dengan hal ini ada 2 hal yang perlu dikemukakan.
          Hasil penelitian Danziger, Faul Lazarsfeld, Netschareffe, Elsa liefmann. S. Holing worth, Baldwin yang dikutip oleh Ch Behlen (1950:105-112).
1). Nutrisi harus cukup karena kekurangan kadar makanan ini akan mengalami kurangnya tonus jasmani yang pengaruhnya dapat berupa kelesuhan, lekas ngatuk, lekas lelah dan sebagainya, terlebih-lebih bagi anak-anak yang masih sangat muda, pengaruh itu besar sekali.
2.)    Beberapa penyakit yang kronis sangat mengganggu belajar itu. Penyakit-penyakit seperti pilek, influenza, sakit gigi, batuk dan yang sejenis dengan itu biasanya diabaikan karena dipandang tidak cukup untukmendapatkan perhatian dan pengobatan, akan tetapi dalam kenyatannya penyakit-penyakit samacam ini sangat mengganggu aktifitas belajar itu.
b.      Keadaan fungsi-fungsi jasmani tertentu terutama fungsi-fungsi panca indera.
          Orang mengenal dunia sekitarnya dan belajar dengan mempergunakan panca inderanya, baik berfungsinya panca indera merupakan syarat dapatnya belajar itu berlangsung dengan baik. Dalam sistem persekolahan dewasa ini diantara panca indera itu yang paling memegang peranan dalam belajar adalah mata dan telinga.
          Faktor psikologis dalam minat belajar Arden N. Frandsen mengatakan bahwa hal yang mendorong seseorang untuk belajar itu adalah sebagai berikut:
1.       Adanya sifat ingin tahu dan ingin menyelidiki dunia yang lebih luas.
2.       Adanya sifat kreatif yang ada pada manusia dan keinginan untuk selalu maju.
3.       Adanya keinginan untuk mendapatkan simpati dari orang tua, guru dan teman-teman.[8]

          Cukup banyak faktor-faktor dapat mempengaruhi timbulnya minat terhadap sesuatu, tapi yang paling memberi pengaruh besar adalah dari faktor lingkungan yakni faktor keluarga, masyarakat atau sebaliknya.

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI BELAJAR
RAGAM FAKTOR DAN ELEMENNYA
Internal Siswa
Eksternal Siswa
Pendekatan Belajar Siswa
1.      Aspek Fisiologis
-        Tonus jasmani
-        Mata dan telinga
2.      Aspek psikologi
-        Intelegnsi
-        Sikap
-        Minat
-        Bakat
-        Motivasi
1.      Lingkungan sosial
-        Keluarga
-        Guru dan staf
-        Masyarakat
-        Teman
2.      Lingkungan non sosial
-        Rumah
-        Sekolah
-        Peralatan
-        Alam
1.      Pendekatan Tinggi
-        Speculative
-        Achieving
2.      Pendekatan sedang
-        Analytical
-        Deep
3.      Pendekatan rendah
-        Reproductive
-        Surface
















BAB III
PENUTUP

A.     Rangkuman
1.      Ciri khas perubahan dalam belajar meliputi perubahan-perubahan yang bersifat: 1) Intensional, 2) Positif dan aktif, 3) Efektif dan fungsional.
2.      Manifestasi perilaku belajar tampak dalam: 1) kebiasaan, 2) keterampilan, 3) Pengamatan, 4) Berpikir asosiatif dan daya ingat, 5) Berfikir rasional dan kritis, 6) Sikap, 7) Inhibisi, 8) Apresiasi, 9) Tingkah laku efektif.
3.      Ragam pendekatan belajar terdiri atas: 1) Pendekatan hukum Jost, 2) pendekatan Ballard dan danchy, 3) Pendekatan Biggs.
4.      Faktor-faktor yang mempengaruhi belajar terdiri atas: 1) Pendekatan hukum Jost, 2) Faktor eksternal, 3) Faktor pendekatan belajar siswa.
5.      Faktor internal meliputi: 1) aspek fisiologis, 2) aspek psikologis.
6.      Faktor eksternal meliputi: 1) Lingkungan sosial, 2) Lingkungan non sosial.
7.      Faktor pendekatan belajar siswa meliputi: 1) Pendekatan tinggi, 2) Pendekatan sedang, 3) Pendekatan rendah.














DAFTAR PUSTAKA

Syah, Muhibbin, Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru, Bandung: Remaja Rosdakarya
Aleze Sabar, Psikologi Umum, Bandung: Pustaka Setia, 2003
M. Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2003
Carl Witherington, Psikologi Pendidikan, Bandung: Jemmars, tt
Sumadi Suryabrata, Psikologi Pendidikan, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2001
Kamus Besar Bahasa Indonesia, Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta: 2002



[1]Syah, Muhibbin, Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru, Bandung: Remaja Rosdakarya, hlm 116
[2]Aleze Sabar, Psikologi Umum, (Bandung: Pustaka Setia, 2003), hlm 221
[3] M. Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2003), 106
[4] Carl Witherington, Psikologi Pendidikan, (Bandung: Jemmars, tt), 98
[5] Sumadi Suryabrata, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2001), 236
[6] Sumadi Suryabrata, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Raja GRafindo Persada, 2001), 236
[7] Kamus Besar Bahasa Indonesia, Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, (Jakarta: 2002), 1206
[8] Sumadi Suryabrata, Psikologi Pendidikan…,  237